Tema : Logika dan Matematika
Oleh : Abrahami (Biiz)
–
Pondok Pancasila – Jika seseorang berdiri pada satu titik dan menghadap satu titik lagi yang berjarak dihadapannya, maka ia telah mmembentuk sebuah persepsi ruang antara dirinya dan titik pandang tersebut. Kemanapun seseorang berpaling diseluruh penjuru semesta ini, mode persepsi ini pasti terjadi.
Setiap persepsi ruang yamg terbentuk ini dapat dilacak hubungannya dengan persepsi ruang yang lain dengan menghitung proporsinya masing-masing dengan menggunakan bilangan. Entah Bilangan yang membentuk ruang, entah ruang yang membentuk bilangan, yang jelas Fikiran manusia selalu terhubung dengan dua hal ini ketika mengarahkan pandangannya keseluruh penjuru bumi.
Bilangan dan Ruang hadir dalam fikiran manusia dengan nama “proporsi”. Ketika Thales ingin menghitumg tinggi piramida Giza, ia tidak memanjat untuk mengukurnya, beliau cukup menghitung panjang bayangannya yang diasosiasikan sebagai garis oposite dari Kuadrat terpanjang sebuah segitiga siku-siku. ketika ia dapat menemukan kuadrat terpanjang, ia dpt menemukan Tinggi dari Piramida. Kenapa begitu? karena Thales mengetahui adanya hubungan ruang antar ruang. Hubungan ini merupakan refleksi dari Proporsi.
“Proporsi” adalah tanda dari keteraturan dan perencanaan yang matang. Jika kita memgatakan bahwa Seluruh ruang di alam semesta ini memilik proporsi matematis, maka dapat dipastika bahwa kehidupan ini telah terancang dengan keteraturan. Kehidupan dan seluruh isinya termasuk manusia memang direncanakan “ada” dialam semesta ini.
Alam ini adalah refleksi dari Geometri dengan simetrisitas tak terhingga. Semesta dibangun dengan kedahsyatan dan keindahannya. Ukiran semesta ini bersandar pada prinsip-prinsip proporsi yang terdapat dalam geometri.
Kemampuan berfikir atau “Logika” yang dimiliki manusia membuatnya memiliki kemampuan untuk menghubungkan setiap persepsi Geometris. Mereka mulai membuat banyak hal dari kemampuan ini. Bangunan yang megah, Jalur transportasi, ukiran ukiran indah, Teknologi bahkan kotak tisyu. Kecerdasan ini membuat manusia mengerti tentang yang simetri dan tidak simetri, yang presisi dan tidak presisi, yang baik dan tidak baik, yang benar dan tidak benar, yang dengan ini akhirnya manusia dapat membuat dan kesepakatan secara tertulis dan tidak tertulis pada beberapa prinsip “Etika”.
Setelah mengerti tentang ukuran benar dan salah, baik dan buruk, manusia memiliki pengertian tentang yang indah dan tidak indah. Dengan menggunakan prinsip proporsi dan bilangan , manusia menciptakan hal-hal indah mulai dari bangunan, Musik, teknologi bahkan puisi. Kehidupan manusia penuh dengan “Estetika”.
Pengetahuan tentang yang benar, yang baik dan yang indah ini disebut dengan “Adab”. Ketika kehidupan manusia dilengkapi dengan komponen Logika, Etika dan Estetika, maka lahirlah peradaban. Ketika kehidupan manusia jauh dari hal-hal tersebut, maka lahirlah kebiadaban.
Prinsip-prinsip dalam Geometri telah mengajarkan manusia tentang betapa kehidupan ini telah direncanakan dengan baik oleh Perancang Agung yang telah menetapkan setiap proporsi dengan amat bijaksana. Dengan proporsi ini, seluruh kehidupan dipastikan terhubung satu sama lain. Karenanya, setiap komponen dari seluruh kehidupan adalah berasal dari sumber yang sama. Abadi dalam persaudaraan.
Geometri is art.